KOPERASI PERIKANAN
Berdasarkan PP 60 tahun
1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi bahwa perlu menyesuaikan fungsi
koperasi sebagaimana dalam pokok-pokoknya diatur dalam Undang-undang Koperasi
dengan jiwa semangat Undang-undang Dasar 1945 dan Manifesto Politik Presiden Republik
Indonesia tanggal 17 Agustus 1959, dimana koperasi harus diberi peranan
sedemikian rupa sehingga gerakan serta penyelenggaraannya benar-benar dapat
merupakan:
1. alat untuk melaksanakan ekonomi
terpimpin berdasarkan sosialisme ala Indonesia;
2. sendi kehidupan ekonomi bangsa
Indonesia,
3. dasar untuk mengatur perekonomian
rakyat guna mencapai taraf hidup yang layak dalam susunan masyarakat adil
dan makmur yang demokratis,
Pemerintah wajib mengambil
sikap yang aktip dalam membina Gerakan Koperasi berdasarkan azas-azas Demokrasi
Terpimpin dan perlu diadakan Peraturan Pemerintah untuk menyesuaikan
pelaksanaan Undang-undang Koperasi dengan Undang-undang Dasar 1945 dan
Manifesto Politik Presiden Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959, untuk
menumbuhkan, mendorong, membimbing, melindungi dan mengawasi perkembangan
Gerakan Koperasi; sehingga terjamin, terpelihara dan terpupuknya dinamika baik
dikalangan masyarakat sendiri maupun dalam kalangan petugas negara, serta
terselenggaranya koperasi secara serentak, intensip, berencana dan terpimpin.
Berdasarkan PP 60 tahun
1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi bagian II tentang penjenisan
koperasi yang merupakan pembedaan koperasi yang didasarkan pada golongan dan
fungsi ekonomi. Dalam peraturan ini dasar penjenisan koperasi ditekankan pada
lapangan usaha dan tempat tinggal para anggota sesuatu koperasi. Pada pasal 3
peraturan ini mengutamakan diadakannya jenis-jenis koperasi sebagai berikut:
- Koperasi Desa
- Koperasi Pertanian
- Koperasi Peternakan
- Koperasi Perikanan
- Koperasi Kerajinan/Industri
- Koperasi Simpanan Pinjam
Yang dimaksud Koperasi
Perikanan ialah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari
pengusaha-pengusaha pemilik alat perikanan, buruh/nelayan yang kepentingan
serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan usaha perikanan yang
bersangkutan dan menjalankan usaha-usaha yang ada sangkut-pautnya secara
langsung dengan usaha perikanan mulai dari produksi, pengolahan sampai pada
pembelian atau penjualan bersama hasil-hasil usaha perikanan yang bersangkutan.
Dengan berlakunya
Undang-undang Dasar 1945 perlu segera menyesuaikan kebijaksanaan Pemerintah
dalam melaksanakan Undang-undang Koperasi dengan jiwa dari pada Undang-undang
Dasar tersebut serta cita-cita yang terkandung dalam Manifesto Politik Presiden
Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1959. Pemerintah menyadari bahwa
Undang-undang Koperasi yang berlaku sekarang perlu disempurnakan, namun
perkembangan masyarakat pada umumnya dan Gerakan Koperasi pada khususnya
sedemikian pesatnya sehingga Pemerintah perlu mengambil tindakan-tindakan yang
cepat agar pelaksanaan Undang-undang Koperasi dapat berjalan sesuai dengan
haluan Pemerintah. Sesuai dengan jiwa pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, maka
koperasi mengambil peranan yang penting sekali sebagai dasar utama untuk
mengatur perekonomian rakyat dan selain dari pada itu, Pemerintah memberikan
peranan sedemikian rupa sehingga koperasi benar-benar dapat merupakan alat
untuk melenyapkan kapitalisme dari bumi dan kehidupan bangsa Indonesia. Dengan
menyerahkan saja penyelenggaraan koperasi kepada inisiatip Gerakan Koperasi
sendiri dalam taraf sekarang ini bukan tidak mencapai tujuan untuk membendung
arus kapitalisme dan liberalisme tetapi juga tidak terjamin bentuk organisasi
dan cara bekerja yang sehat sesuai dengan azas-azas koperasi yang sebenarnya.
Kemajuan-kemajuan yang terlihat didalam statistik tentang angka-angka dan
jumlah anggota koperasi, jumlah modal dan sebagainya pada hakekatnya masih
terlalu pagi untuk dibanggakan, bila kita lihat kenyataan-kenyataan yang kita
hadapi dalam praktek sehari-hari.
Gerakan Koperasi dalam
taraf perkembangan sekarang ini jauh belum dapat memenuhi fungsi yang
sebenarnya sebagaimana dimaksud didalam pasal 33 Undang-undang 1945 bahkan
menunjukkan gejala-gejala yang mempunyai kecenderungan kearah kemerosotan
fungsi koperasi dan penyalah-gunaan bentuk usaha koperasi untuk mencari keuntungan
bagi segelintir manusia sehingga kepercayaan rakyat terutama didesa-desa
semakin lama semakin berkurang terhadap koperasi. Untuk mencegah
berlarut-larutnya keadaan. Pemerintah perlu segera mengambil tindakan cepat
yang sejauh mungkin berpedoman pada ketentuan-ketentuan didalam Undang-undang
Koperasi sepanjang ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan jiwa
serta semangat Undang-undang Dasar 1945 dan Manifesto Politik Presiden Republik
Indonesia tanggal 17 Agustus 1959. Berhubung dengan mendesaknya waktu, dalam
Peraturan Pemerintah ini belum diatur seluruh materi dari pada Undang-undang
Koperasi dan persoalan-persoalan yang timbul dalam praktek dan hanya membatasi
pada persoalan-persoalan yang dianggap penting dan mendesak untuk diatur oleh
Pemerintah. Untuk menampung persoalan-persoalan yang belum diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini. Pemerintah akan mengeluarkan Peraturan-peraturan
berikutnya sebagai kelanjutan dari Peraturan Pemerintah ini. Yang menjadi
pokok-pokok pikiran yang terkandung didalam Peraturan ini ialah sebagai berikut
:
Azas-azas koperasi sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Koperasi perlu diberikan jaminan akan
ralisasinya didalam raan koperasi.
- Sikap yang aktip dari Pemerintah,
- Unsur-unsur demokrasi serta
ekonomi terpimpin harus jelas terlihat dalam penyelenggaraan tiap-tiap
koperasi.
- Segenap instansi Pemerintah
diikut-sertakan dalam membimbing Gerakan Koperasi menurut bidangnya
masing-masing.
- Terutama dalam lapangan-lapangan
usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan didaerah-daerah bekerja
yang merupakan basis perekonomian rakyat diusahakan berdirinya atau
ditumbuhkan koperasi oleh Pemerintah bersama-sama dengan rakyat yang
bersangkutan.
Dalam pasal tersebut
sengaja tidak dipergunakan istilah tidak merupakan konsentrasi modal
sebagaimana digunakan dalam perumusan Undang-undang Koperasi untuk mengundang
kesulitan didalam menafsirkannya sedang istilah yang dipergunakan ialah “bukan perkumpulan modal” untuk maksud yang sama. Istilah bukan
perkumpulan modal diambil dari penjelasan Undang-undang Koperasi dipadang oleh
Pemerintah lebih jelas dan tidak mengandung asosiasi pikiran bahwa koperasi
telah menganut sesuatu paham golongan dengan tidak mengurangi ketegasan dari
pendapat Pemerintah yang berpangkal haluan pada dasar pikiran bahwa koperasi
adalah alat utama untuk melenyapkan kapitalisme baik sistimnya maupun
ekses-eksesnya.
Mengingat pentingnya
peranan koperasi dalam pelaksanaan demokrasi serta ekonomi terpimpin maka harus
ada jaminan supaya didalam tubuh organisasi koperasi terdapat kebersihan serta
kejujuran dari pada pelaksana-pelaksananya. Untuk ini kecuali kewajiban
melaksanakan atas azas koperasi yang dibebankan pada para anggota maka
masyarakat didaerah yang bersagkutan perlu memberikan bantuannya. Sesuai dengan
sikap Pemerintah yang aktip maka azas keanggotaan koperasi atas dasar suka-rela
perlu dijaga agar azas tersebut tidak merupakan pangkal untuk menyelewengkan
haluan penyelengggaraan koperasi kearah sistim kapitalisme dan liberalisme.
Juga azas gotong-royong mewajibkan semua golongan yang mempunyai peranan dalam
proses produksi tertampung atau dapat dimasukkan dalam keanggotaan koperasi.
Oleh karena itu selain
ketentuan bahwa yang dapat menjadi anggota sesuai koperasi ialah orang-orang
yang mempunyai kepentingan yang sama perlu ditambahkan ketentuan bahwa juga
orang-orang yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang satu sama lain ada
sangkut-pautnya secara langsung (allied interest) dapat pula menjadi anggota
sesuatu koperasi. Dengan demikian dogma pertentangan buruh majikan yang tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia bisa dihindarkan didalam perkumpulan
koperasi.
Penjenisan koperasi
didasarkan pda golongan serta fungsi ekonomi. akan tetapi untuk memudahkan bagi
rakyat penjenisan koperasi menurut peraturan ini ditekankan pada lapangan usaha
serta tempat tinggal anggota.. Dengan demikian walapun Peraturan ini didasarkan
pada lapangan usaha dan atau tempat tinggal para anggota dengan ketentuan ayat
tersebut terbuka kemungkinan bagi masyrakat untuk mengadakan jenis-jenis
koperasi yang berdasarkan golongan serta fungsi ekonomi.
Berdasarkan UU No 16 tahun
1964 tentang Bagi Hasil Perikanan tentang salah satu usaha untuk menuju kearah
perwujudan masyarakat sosialis Indonesia pada umumnya, khususnya untuk meningkatkan
taraf hidup para nelayan penggarap dan penggarap tambak serta memperbesar
produksi ikan, maka pengusahaan perikanan secara bagi-hasil, baik perikanan
laut maupun perikanan darat, harus diatur hingga dihilangkan unsur-unsurnya
yang bersifat pemerasan dan semua fihak yang turut serta masing-masing mendapat
bagian yang adil dari usaha itu, juga perbaikan daripada syarat-syarat
perjanjian bagi-hasil sebagai yang dimaksudkan diatas perlu pula lebih
dipergiat usaha pembentukan koperasi-koperasi perikanan, yang
anggota-anggotanya terdiri dari semua orang yang turut serta dalam usaha
perikanan itu.
Sebagai salah satu usaha
menuju ke arah terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia pada umumnya
sebenarnya untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan penggarap dan penggarap
tambak serta memperbesar produksi ikan, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara di dalam Ketetapan No. II./MPRS/1960 dan Resolusinya No. I/MPRS/1963
memerintahkan supaya diadakan Undang- undang yang mengatur soal usaha perikanan
yang diselenggarakan dengan perjanjian bagi hasil. Undang-undang ini merupakan
realisasi daripada perintah M.P.R.S. tersebut. Sebagaimana ditentukan dalam
pasal 12 ayat 1 Undang- undang Pokok Agraria segala usaha bersama dalam
lapangan agraria jadi termasuk juga usaha perikanan, baik perikanan laut maupun
perikanan darat haruslah diselenggarakan berdasarkan kepentingan bersama dari
semua fihak yang turut serta, yaitu baik nelayan pemilik dan pemilik tambak
yang menyediakan kapal/perahu, alat-alat penangkapan ikan dan tambak maupun
para nelayan penggarap dan penggarap tambak yang menyumbangkan tenaganya,
hingga mereka masing-masing menerima bagian yang adil dari hasil usaha
tersebut.
Pengusahaan perikanan atas
dasar bagi hasil dewasa ini adalah diselenggarakan menurut ketentuan-ketentuan
hukum adat setempat yang menurut ukuran sosialisme Indonesia belum memberikan
dan menjadi bagian yang layak bagi para nelayan penggarap dan penggarap tambak.
Berhubung dengan itu maka pertama-tama perlu diadakan ketentuan untuk menghilangkan
unsur-unsur perjanjian bagi hasil yang bersifat pemerasan,hingga dengan
demikian semua pihak yang turut serta dalam usaha itu mendapat bagian yang
sesuai dengan jasa yang disumbangkannya. Dengan memberikan jaminan yang
sedemikian itu maka di samping perbaikan taraf hidup para nelayan penggarap dan
penggarap tambak yang bersangkutan. diharapkan pula timbulnya perangsang yang
lebih besar di dalam meningkatkan produksi ikan. Dalam pada itu hal tersebut
tidaklah berarti, bahwa kepentingan dari pada pemilik kapal/perahu, alat-alat
penangkapan ikan dan tambak akan diabaikan.Usaha perikanan, terutama perikanan
laut, memerlukan pemakaian alat-alat yang memerlukan biaya pemeliharaan serta
perbaikan dan yang pada waktunya bahkan harus diganti dengan yang baru. Menetapkan
imbangan bagian yang terlalu kecil bagi golongan pemilik biasa berakibat, bahwa
soal pemeliharaan dan perbaikan serta penggantian alat-alat tersebut akan
kurang mendapat perhatian atau diabaikan sama sekali. Hal yang demikian pula
berpengaruh tidak baik terhadap produksi ikan pada umumnya. Berhubung dengan
itu para pemilik tersebut harus pula mendapat bagian yang layak, dengan
pengertian, bahwa dengan demikian ia berkewajiban pula untuk menyelenggarakan
pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
Dalam pada itu perbaikan
taraf hidup para nelayan penggarap dan penggarap tambak tidak akan dapat
tercapai hanya dengan memperbaiki syarat-syarat perjanjian bagi hasil saja.
Untuk itu usaha pembentukan koperasi-koperasi perikanan perlu dipergiat dan lapangan
usaha serta keanggotaannya perlu pula diperluas. Keanggotaan koperasi tersebut
harus meliputi semua orang yang turut dalam usaha perikanan itu, jadi baik para
nelayan penggarap, penggarap tambak, buruh perikanan maupun nelayan pemilik dan
pemilik tambak. Lapangan usaha koperasi perikanan hendaknya tidak terbatas pada
soal produksi saja, misalnya pembelian kapal-kapal/perahu- perahu dan alat-alat
penangkapan ikan, pengolahan hasil ikan serta pemasarannya, tetapi harus juga
meliputi soal kredit serta hal-hal yang menyangkut kesejahteraan para anggota
dan keluarganya. Misalnya usaha untuk mencukupi keperluan sehari-hari,
menyelenggarakan kecelakaan, kematian dan lain-lainnya. Dengan demikian maka
mereka itu dapatlah dlepaskan dan dihindarkan dari praktek-praktek para pelepas
uang. tengkulak dan lain-lainnya, yang dewasa ini sangat merajalela dikalangan
usaha perikanan, terutama perikanan laut.
Menurut hukum adat yang
berlaku sekarang ini tidak terdapat keseragaman mengenai imbangan besarnya
bagian pemilik pada satu pihak dan para nelayan penggarap serta penggarap
tambak pada lain fihak. Perbedaan itu disebabkan selain oleh imbangan antara
banyaknya nelayan penggarap dan penggarap tambak pada satu fihak serta
kapal/perahu, dan tambak akan dibagi hasilkan pada lain fihak, juga oleh
rupa-rupa faktor lainnya Diantaranya ialah penentuan tentang biaya-biaya apa
saja menjadi beban bersama dan apa yang dipikul oleh mereka masing-masing.
Mengenai perikanan darat di tambak letak, luas keadaan kesuburan tambaknya serta
jenis ikan yang dihasilkan merupakan faktor pula yang menentukan imbangan
bagian yang dimaksudkan itu. Jika tambaknya subur, maka bagian pemiliknya lebih
besar dari pada bagian pemilik tambak yang kurang subur. Mengenai perikanan
laut, macam kapal,,perahu dan alat-alat serta cara-cara penangkapan yang
dipergunakan merupakan pula faktor yang turut menentukan besarnya imbangan itu.
Bagian seorang pemilik kapal motor misalnya, adalah lebih besar imbangan
persentasinya. jika dibandingkan dengan bagian seorang pemilik perahu layar.
Hal itu disebabkan karena biaya eksploitasi yang harus dikeluarkan oleh pemilik
motor itu lebih besar, lagipula hasil penangkapan seluruhnya lebih besar,
hingga biarpun imbangan persentasi bagi para nelayan penggarap lebih kecil, tetapi
hasil yang diterima sebenarnya oleh mereka masing-masing adalah lebih besar
jika dibandingkan dengan hasil para nelayan penggarap yang mempergunakan
kapal/perahu layar.
Berhubung dengan itu di
dalam Undang-undang ini bagian yang harus diberikan kepada para nelayan
penggarap dan penggarap tambak sebagai yang tercantum di dalam pasal 3,
ditetapkan atas dasar imbangan di dalam pembagian beban-beban dan biaya-biaya
usaha sebagai yang tercantum dalam pasal 4. Di daerah-daerah dimana pembagian
beban-beban dan biaya-biaya itu sudah sesuai dengan apa yang ditentukan di
dalam pasal 4, maka tinggal peraturan tentang pembagian hasil sajalah yang
harus disesuaikan, yaitu jika menurut kebiasaan setempat bagian para nelayan
penggarap atau penggarap tambak masih kurang dari apa yang ditetapkan dalam
pasal 3. Jika bagian mereka sudah lebih besar dari pada yang ditetapkan dalam
pasal 3, maka aturan yang lebih menguntungkan fihak nelayan penggarap atau
penggarap tambak itulah yang harus dipakai (pasal 5 ayat 1).
Dengan pengaturan yang
demikian itu maka ketentuan-ketentuan tentang bagi hasil yang dimuat dalam
Undang-undang ini dapat segera dijalankan setelah Undang-undang ini mulai
berlaku, dengan tidak menutup sama sekali kemungkinan untuk mengadakan
penyesuaian dengan keadaan daerah, jika hal itu memang sungguh-sungguh perlu
(pasal 5 ayat 2). Mengenai perikanan darat hanya diberi ketentuan-ketentuan
tentang penyelenggaraan bagi hasil tambak. yaitu genangan air yang dibuat oleh
orang sepanjang pantai untuk memelihara ikan, dengan mendapat pengairan yang
teratur. Usaha pemeliharaan ikan di empang-empang air tawar dan lain-lainnya
tidak terkena Undang-undang ini oleh karena umumnya tidak dilakukan secara bagi
hasil, tetapi dikerjakan sendiri oleh pemiliknya. Kalau ada pemeliharaan yang
dilakukan secara bagi hasil maka hal itu mengenai kolam-kolam yang tidak luas.
Kalau ada sawah yang dibagi hasilkan dan selain ditanami padi juga diadakan
usaha pemeliharaan ikan.
Jika melihat perkembangan
koperasi perikanan di Indonesia, harus diakui saat ini menunjukkan perkembangan
yang cukup menggembirakan. Dalam pengertian bahwa sebagai salah satu pilar
penopang perekonomian Indonesia, keberadaan koperasi sangat kuat dan mendapat
tempat tersendiri di kalangan pengguna jasanya. Koperasi telah membuktikan
bahwa dirinya mampu bertahan di tengah gempuran badai krisis ekonomi yang
terjadi di Indonesia.
Keberadaan koperasi semakin
diperkuat pula dengan dibentuknya Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang
salah satu-tugasnya adalah mengembangkan koperasi menjadi lebih berdaya guna.
Koperasi sangat diharapkan dapat menjadi mitra strategis yang sejajar dengan
perusahaan-perusahaan dalam pengembangan perekonomian. Koperasi akan sangat
dirasakan manfaatnya apabila dibuat semakin kuat berdasarkan pondasi yang
kokoh. Analoginya kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan
sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah
mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan
hasil maksimal yang terukur. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat,
terutama kelompok masyarakat ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan,
pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan
ekonominya melalui wadah koperasi.
Namun demikian, kenyataan
membuktikan bahwa koperasi baru manis dikonsep tetapi sangat pahit
perjuangannya di lapangan. Tidak bisa tidak, pengembangan koperasi barulah
sebatas konsep yang indah, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin
banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada
koperasi yang memiliki badan hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat
sama sekali. Tentu saja hal ini sangat disayangkan.
Koperasi tidak mungkin
tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan
tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi
perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap
perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.