Penyebab : Trichodina spp., Trichodinella spp., dan Tripartiella spp.
Bio-Ekologi Patogen :
• Protozoa
dari golongan
ciliata,
berbentuk bundar, simetris dan terdapat di ekosistem
air tawar, payau dan laut. Trichodina spp. berukuran 45-78 μm, Trichodinella (24-37 μm) dan Tripartiella (lebih dari 40 μm)
• Memiliki cincin
dentikel berupa
cakram
yang
berfungsi
sebagai alat penempel
• Inang parasit
adalah semua benih ikan air tawar,
payau dan laut. Menginfeksi organ kulit, sirip dan insang ikan yang baru menetas hingga umur 1 bulan
• Kelompok
parasit ini umumnya
lebih bersifat komensalis
dari pada parasitik sejati, karena
hanya memakan sel-sel kulit ikan yang mati/hancur.
• Kematian ikan yang diakibatkannya
bisa mencapai 50% dari
total populasi, terutama akibat infeksi sekunder oleh bakteri dan/atau cendawan.
Gejala Klinis
:
• Warna tubuh pucat,
nafsu makan menurun, kurus, gelisah
dan lamban
• Menggosok-gosokkan badan
pada benda
di sekitarnya(gatal)
• Frekwensi pernapasan meningkat dan sering meloncat- loncat
• Mengakibatkan iritasi dan luka pada kulit
ikan karena struktur alat penempel yang keras (chitin),
• Iritasi
sel epitel kulit, produksi lendir
berlebih sehingga berwarna kecoklatan atau kebiruan
Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang timbul
• Pengamatan
secara mikroskopis untuk melihat morfologi
parasit melalui pembuatan preparat ulas dari organ kulit/mukus, sirip dan/atau insang.
pengendalian
:
• Mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air ≥ 29o C
• Mengurangi kadar
bahan organik terlarut dan/atau
meningkatkan frekwensi pergantian air
• Ikan yang terserang trichodiniasis dengan tingkat prevalensi dan intensitas yang rendah, pengobatan
dapat dilakukan dengan
perendaman beberapa jenis desinfektan, antara lain:
9 Larutan garam dapur (untuk ikan air tawar)
pada
konsentrasi 500-10.000 ppm (tergantung
jenis dan umur ikan)
selama 24 jam
9 Air tawar (untuk ikan air laut) selama 60 menit, dilakukan
pengulangan setiap hari
9 Larutan Kalium
Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm
selama 12 jam
9 Larutan formalin
pada dosis 200
ppm
selama
30-60
menit dengan aerasi yang kuat, atau pada dosis 25-50
ppm selama 24 jam atau lebih
9 Larutan Acriflavin
pada
dosis
10-15
ppm
selama 15 menit
9 Glacial
acetic acid 0,5 ml/L selama 30
detik setiap 2 hari selama
3 – 4 kali
9 Copper sulphate 0,0001 mg/L selama 24 jam atau lebih,
diulang setiap 2 hari sekali
9 Hidrogen peroxide
(3%) 17,5 ml/L selama 10 menit, diulang setiap
2 hari
5. Penyakit
Dekil (Fouling Disease)
Penyebab : Zoothamnium spp., Epistylis spp., Vorticella spp.,
Acineta spp.
Bio – Ekologi Patogen :
• Umumnya disebabkan oleh mikroorganisme dari kelompok
Protozoa, meskipun
sering pula berasosiasi dengan algae seperti Nitzschia spp.,
Amphiprora spp., Navicula spp., Enteromorpha spp., dll.
• Kompleks infeksi mikroorganisme tersebut akan mengganggu pergerakan udang terutama larva, kesulitan
makan, berenang, serta proses molting karena organ insang dan/atau seluruh tubuh dipenuhi
organisme penempel.
• Faktor pemicu terjadinya
ledakan penyakit antara lain,
kepadatan tinggi, malnutrisi,
kadar bahan organik yang tinggi, dan fluktuasi parameter
kualitas air terutama suhu
Gejala Klinis
:
• Berenang ke permukaan air dan tubuhnya
berwarna buram/kotor
• Insang yang terinfeksi berwarna kemerahan
atau kecoklatan
• Lemah, kesulitan bernafas dan nafsu
makan
menurun,
akhirnya mati
• Proses ganti kulit
(moulting) terhambat, dan
timbul peradangan pada kulit
• Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang timbul
• Pengamatan
secara mikroskopis untuk melihat morfologi
organisme penempel melalui
pembuatan preparat ulas dari organ
kulit/mukus, sirip dan/atau
insang.
Pengendalian:
• Desinfeksi wadah/petak pemeliharaan dan sumber air yang bebas mikroorganisme penempel)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan,
terutama mengurangi kadar bahan
organik
terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi
penggantian air baru
• Pemberian
unsur immunostimulan (misalnya penambahan vitamin C pada pakan) secara
rutin selama pemeliharaan
• Merangsang proses
ganti
kulit
melalui
memanipulasi parameter kualitas air yang yang merupakan
faktor determinan
• Udang yang terserang “fouling disease” dengan tingkat prevalensi dan intensitas
yang rendah, pengobatan dapat dilakukan dengan
beberapa jenis desinfektan, antara
lain:
9 Perendaman dalam larutan formalin pada dosis 25-50
ppm selama 24 jam atau lebih
6. Microsporidiasis (Cotton
Shrimp Disease)
Penyebab :
Microsporidia dari genera Thelohania, Nosema dan
Peistophora
Bio – Ekologi Patogen :
• Disebut sebagai penyakit udang kapas dan/atau
udang susu.
• Memiliki lebih dari 8 spora dalam tiap kapsul
• Hampir semua jenis udang penaeid dilaporkan
paling sedikit rentan terhadap infeksi salah satu jenis dari parasit golongan microsporidia, meskipun
ada indikasi lokal spesifik
• Patogenisitas rendah, tingkat prevalensi
dalam satu populasi umumnya tidak lebih dari 5% dan mortalitas yang diakibatkannya juga relatif rendah
Gejala klinis
:
• Bagian tubuh udang yang terinfeksi berwarna putih susu dan
lebih lunak
• Spora yang berwarna putih menyebar di bagian
daging/otot
(internal parasite)
• Udang lemah, mudah stress, nafsu makan menurun, lamban sehingga mudah dimangsa
predator, serta mudah mati setelah penanganan (handling)
Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang cukup jelas
• Pengamatan
secara mikroskopis untuk melihat morfologi
microsporidia melalui pembuatan preparat ulas dari organ target infeksi. Pengamatan yang lebih jelas terhadap
karakteristik spora diperlukan pewarnaan yang spesifik.
Pengendalian
:
• Desinfeksi, pengeringan dasar tambak dan sumber air yang
bebas dari microsporidia
• Udang yang terinfeksi segera
dimusnahkan,
untuk
mengurangi potensi penularan secara horizontal
• Untuk memotong siklus hidup parasit, hindari pemberian
pakan berupa ikan rucah yang terinfeksi microsporidia
• Tidak
ada
bahan
kimia yang efektif untuk
mencegah dan/atau mengobati
penyakit microsporidiasis.
No comments:
Post a Comment